LP Ma'arif NU Jawa Timur

Wagub Jatim Emil: LP Ma’arif NU Jatim Harus Jadi Garda Terdepan Hadapi Tantangan Bonus Demografi dan AI

Surabaya, Ma’arif Jatim – Wakil Gubernur Jawa Timur (Wagub Jatim) sekaligus Ketua Penasihat LP Ma’arif NU Jatim, H. Emil Elestianto Dardak, B.Bus., M.Sc., Ph.D., menyampaikan pandangan mendalam dalam Simposium Pendidikan yang digelar dalam agenda Rakorwil LP Ma’arif NU Jatim, di Aula Kantor PWNU Jatim, Sabtu (03/05/2025).

Emil menyoroti dua tantangan besar yang tengah dan akan dihadapi dunia pendidikan di Indonesia, kususnya di Jatim. Tantangan tersebut yaitu, bonus demografi dan perkembangan kecerdasan buatan atau Artifical Intelligence (AI).

Wagub Jatim tersebut menjelaskan, bonus demografi merupakan kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif lebih mendominasi dibandingkan usia non-produktif. Kondisi ini perlu persiapan yang baik dalam hal pembangunan manusia.

“Di sini saya mengingatkan, jika situasi ini tidak dapat dikelola dengan baik maka yang terjadi adalah petaka demografi. Usia produktif saat ini justru sedang khawatir-khawatirnya dalam menghadapi dunia kerja, ketersediaan lapangan kerja yang minim,” katanya.

Permasalahan inti dari fenomena ini bukan hanya berkaitan dengan soal kuantitas, melainkan bagaimana kualitas usia produktif dapat dipersiapkan dalam menghadapi tantangan tersebut.

“Sekarang dan ke depannya, orang yang bekerja harus menghidupi mereka yang telah pensiun. Kemudian kata produktivitas tidak lagi ditentukan semata-mata oleh usia, tetapi oleh kemampuan dan daya tahan kerja seseorang,” imbuh mantan Bupati Trenggalek tersebut.

Emil juga mengaitkan tantangan tersebut dengan cita-cita Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045 dan persoalan mendasar. Persoalan mendasar tersebut adalah tentang tingkat kemiskinan yang tinggi dan pergeseran kaum ekonomi kelas menengah.

“Apalagi kondisi dunia kerja saat ini berubah sangat pesat. Sekarang banyak hal yang bisa dilakukan tanpa melibatkan orang,” terangnya.

Dalam konteks ini, Emil membahas tentang Society 4.0 dan transisinya menuju Society 5.0. Ia menjelaskan bahwa jika revolusi industri 4.0 lebih pada otomasi industri, maka society 5.0 adalah internalisasi teknologi dalam kehidupan manusia, termasuk dalam memengaruhi cara berpikir dan bertindak.

“Kita berharap bahwa LP Ma’arif menjadi bagian garda terdepan untuk menjalankan dan mengimplementasikan teknologi tersebut,” kata Emil.

Ia membagikan semangat optimisme di bidang pendidikan yang telah berlangsung di Jawa Timur. Harapan tersebut dibuktikannya dengan berbagai sekolah-sekolah yang telah berhasil memanfaatkan teknologi pendidikan.

“Baru-baru ini, Jawa Timur didapuk sebagai daerah yang paling serius dalam memanfaatkan teknologi pendidikan, dengan contoh konkret penggunaan Google Learning di banyak sekolah,” seru Emil.

Lebih lanjut, Emil menjelaskan bahwa saat ini pembelajaran tidak bisa lagi dilakukan secara seragam. “Sekarang eranya di mana di kelas tidak bisa dipukul rata. Ini akan membuat tujuan pembelajaran personalize dapat tercapai,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa peran guru telah bergeser. Di mana semulanya, guru yang maha tahu berganti guru yang bisa membimbing potensi murid.

“Guru saat ini adalah coach bagi murid-murid untuk bisa memaksimalkan segala potensinya. Guru harus memonitor tantangan belajar murid dan apa yang dibutuhkannya,” tambahnya.

Terkait kecerdasan buatan (AI), Emil mengingatkan bahwa AI kini mampu menyerap informasi dan berpikir seperti manusia, bahkan dengan kecepatan lebih tinggi. “Beberapa pekerjaan yang sifatnya repetitif dan analitis sangat mudah digantikan oleh AI. Namun, pekerjaan yang membutuhkan kreativitas, kekhususan, dan empati seperti psikologi tetap membutuhkan human touch yang tidak tergantikan oleh AI,” katanya.

Selanjutnya, ia berharap kepada LP Ma’arif NU Jawa Timur untuk dapat beradaptasi dengan segala jenis kemajuan teknologi saat ini. Responsibilitas terhadap teknologi sangat penting bagi lembaga sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan.

“Bagaimana posisioning kita untuk lebih maju? Memang butuh paradigma yang berbeda. Ini yang kita harapkan bisa diwujudkan bersama, sebuah pendekatan yang lebih tepat,” kata Emil, menutup paparannya. (Admin)